Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
ASEP FIRDAOS
Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Jangan sungkan untuk mampir lagi ke sini

Seluruh pimpinan dan anggota DPRD Purwakarta kini tengah mengikuti pelatihan dan pembinaan teknis (bimtek) tentang anggaran dan keuangan di Hotel Jayakarta Jalan Hayam Wuruk Jakarta. Bimtek dilakukan selama tiga hari sejak 13 Mei hingga 15 Mei 2010. Melalui kegiatan itu, para anggota dewan diharapkan dapat memahami fungsi DPRD dalam anggaran dan keuangan daerah.

“Materi yang kami terima dalam pelatihan ini adalah mengenai fungsi DPRD, pembahasan KUA (kebijakan umum anggaran) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), serta system pengelolaan keuangan daerah. Kami mendapat pelatihan dari Depdagri, Kementerian Keuangan, dan BPK,” ujar Dadang Sudirman, seorang anggota Komisi III DPRD Purwakarta, Jumat (14/5).

Menurutnya, bukan hanya DPRD Purwakarta saja yang mendapat undangan untuk melaksanakan bimtek tersebut, tetapi ada ada dua kabupaten lainnya yang ikut dalam bimtek. Yakni Kabupaten Pemoho dan Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Hanya ketika ditanya soal anggaran yang diperoleh dirinya untuk biaya bimtek itu, Dadang mengelak untuk memberitahukannya. Ia mengaku tidak tahu berapa biaya untuk bimtek para anggota dewan itu.

Hal itu membuat sejumlah aktifis mahasiswa memprotes terhadap pelaksanaan bimtek terhadap 45 anggota dewan itu. Menurut mereka kegiatan bimtek itu hanya sebagai ajang untuk menghambur-hamburkan anggaran saja. Terlebih lagi, para mahasiswa menganggap bimtek tentang anggaran dan keuangan kepada para anggota dewan itu sudah terlambat. Semestinya, bimtek dilaksanakan pada awal masa kerja legislative.

Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Purwakarta, Asep Saepudin, mengatakan, pelaksanaan bimtek kali ini dianggap sudah terlambat. Saat ini, para anggota dewan sudah paham dengan fungsi DPRD dalam mengelola keuangan dan anggaran. Bila pelatihan seperti itu baru dilakukan kali ini, jadi hasil kerja mereka selama ini mesti dipertanyakan.

“Kedudukan mereka di DPRD sudah menghasilkan beberapa produk hukum dalam penyelenggaraan pemerintah. Seperti pembuatan APBD murni 2010 dan beberapa peraturan daerah yang berkaitan dengan keuangan dan anggaran. Kalau mereka masih belum mengerti dengan fungsi mereka, bagaimana hasilnya,” jelasnya.

Untuk itu, ia menduga kegiatan para anggota dewan seperti kunjungan kerja maupun bimtek dilakukan hanya sebagai ajang menghabur-hamburkan uang. Buktinya, setiap pengelenggaraan kegiatan seperti itu telah mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah.***

Polemik kembali mendera Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Purwakarta. Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) pada 29-30 Mei 2010, hampir seluruh kecamatan melakukan Musyawarah Kecamatan (Muscam). Hal itu dilakukan sebagaimana intruksi panitia musda. Hal itu mengundang pertanyaan sejumlah kader KNPI. Mereka menganggap muscam itu akan menguntungkan salah satu kandidat ketua KNPI.
 
“DPD sudah memberikan kelonggaran waktu pengaduan kepada para ketua PK demisionar untuk melakukan gugatan. Jika ada ketua atau pengurus PK yang merasa dirugikan, silahkan mengeluarkan gugatan itu. Batas waktu gugatan akan berjalan hingga 14 Mei 2010, sebelum hasil muscam disahkan,” ujar Ade Sarmin, kepala Sekretariat DPD KNPI Purwakarta, Selasa (10/5).
 
Selama ini, Surat Keputusan (SK) PK dari hasil muscam lalu itu belum ditandatangani oleh ketua DPD. SK tersebut akan disahkan setelah seluruh kecamatan menggelar muscam. Sementara ini baru 16 kecamatan yang melakukan muscam. Satu kecamatan yang belum yakni Kecamatan Sukasari. “Kecamatan Sukasari rencananya akan dilaksanakan pada 13 Mei nanti,” katanya.
 
Diterangkannya, yang menjadi dasar pelaksanaan muscam yaitu berdasarkan Surat Edaran Panitia Musda Nomor 04/PANPEL/knpi/IV/2010 yang bersifat instruksi. Instruksi itu dilakukan dengan dasar pertimbangan hasil pleno badan pengurus harian tertanggal 21 Maret 2009 yang menghasilkan keputusan harus dilakukannya verifikasi PK KNPI se Kabupaten Purwakarta.
 
Selain itu, ketentuan AD/ART pasal 30 dan 14 yang mengatur tentang periodisasi kepengurusan PK dan tentang muscam. Kemudian, kebutuhan akan kehadiran peserta Musda DPD KNPI Purwakarta yang akan digelar pada masa berakhir jabatan pengurus DPD KNPI periode 20107-2010.
 
Hanya saja, Ade mengaku ada kesalahan dalam pembuatan surat edaran tersebut. Semestinya surat edaran itu dibuat atas nama DPD, bukan panitia. Sehingga, kop surat edaran itu juga harus atas nama DPD. Kemudian, tanda tangan Ketua DPD, Munawar Holil yang tercantum dalam surat tersebut ternyata diketahui hasil scan, bukan asli.
 
“Karena itu, DPD memberikan keleluasaan kepada para PK dimisioner untuk mengadukan persoalan tersebut. Hal itu akan segera ditampung sebelum SK tersebut disahkan,” kata Ade. Mungkin, lanjut dia, jika ada pengaduan dan dinyatakan terjadi ada kesalahan dalam muscam, maka muscam itu bisa saja dibatalkan.
 
Menanggapi polemik itu, seorang Mantan Ketua KNPI, Yoyo Yahya menyebutkan, muscam dinyatakan sah apabila peserta musda memenuhi semua unsure. Yakni pengurus PK dan OKP tingkat kecamatan, dan unsur DPD KNPI kabupaten. Kemudian, muscam juga harus memenuhi ketentuan yang sesuai AD/ART dan peraturan organisasi KNPI.
 
Terkait dengan surat itu, lanjut Yoyo, sipatnya tidak mengikat terhadap hasil keputusan muscam di 16 kecamatan itu. Selama muscam dilakukan sesuai dengan AD/ART KNPI dan pedoman organisasi, apabila periode kepengurusan kecamatan sudah berakhir.***

Pelaksanaan Musyawarah Kecamatan (Muscam) KNPI pada sejumlah kecamatan dianggap ilegal. Pasalnya, pemilihan ketua pengurus kecamatan (PK) itu tidak dipilih berdasarkan pimpinan organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan (OKP) di tingkat kecamatan. Peserta pemilihan justru dilakukan oleh peserta yang mengatasnamakan pribadi, bukan organisasi.

Hal itu dikatakan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Purwakarta, Asep Saepudin, Kamis (13/5). Menurut dia, peristiwa itu ditemukan di beberapa kecamatan yang telah melaksanakan muscam KNPI. Menjadi peserta muscam, bukan berasal dari perwakilan OKP, tetapi atas nama perorangan.

 “Sesuai aturan dalam AD/ART dijelaskan yang punya hak suara dalam muscam adalah semua OKP tingkat kecamatan, bukan perorangan. Tetapi pada pelaksanaannya, waktu itu saya menemukan pemilihan ketua PK di Kecamatan Wanayasa dilakukan oleh atas nama perorangan. Buktinya dalam daftar hadir, rata-rata peserta muscam menulis dirinya atas nama perorangan, bukan berdasarkan perwakilan OKP,” ujarnya.

 Berdasarkan AD/ART, lanjut dia, pelanggaran itu dapat menyebabkan hasil muscam tersebut dianggap batal atau tidak sah. Maka seharusnya, muscam harus diulang kembali. Hanya saja, ia menyesalkan hasil rapat pleno KNPI beberapa waktu lalu telah menyatakan sah atas hasil muscam tersebut. Bahkan, hasil muscam sudah bisa disahkan.

 Sementara itu, sejumlah OKP dari unsure mahasiswa menyatakan akan memboikot pelaksanaan Musda KNPI pada 29-30 Mei 2010 nanti. Hal itu dilakukan apabila pemilihan ketua KNPI itu dijadikan ajang perebutan kekuasaan. Terdapat beberapa OKP kemahasiswaan yang memungkinkan untuk memboikot musda tersebut, diantaranya PMII, Ikatan Purna Mahawarman (IPM), Ikatan Mahasiswa Pancasila (IMP), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

 “Yah, kami ingin KNPI ini dijadikan sebagai organisasi pemuda dalam menuangkan pemikirannya demi terwujudnya harapan dan tujuan masyarakat. Kami tidak ingin dalam musda nanti hanya dijadikan ajang perebutan kekuasaan politik saja,” ucap Aradea, kepala bidang internal dan HAM HMI Cabang Purwakarta.***


Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPRD memandang perlu digulirkan aspirasi anggota dewan pada tahun anggaran 2011 nanti. Pasalnya, aspirasi dewan itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selama ini, konstituen partai kurang terakomodir setelah aspirasi dewan dihilangkan.

Ketua F-PDIP DPRD Purwakarta, H Ujang Kardiwan, Senin (10/5) menyebutkan, dalam setiap kali reses aspirasi dewan itu sangat dibutuhkan. Warga menunggu kinerja dewan dalam wujud aspirasi. Untuk itu, dirinya memandang perlu adanya dana aspirasi dewan itu.

“Tergantung para anggota dewan nanti. Apakah para anggota dewan menginginkan aspirasi itu atau tidak. Kalau memang dewan sepakat diadakan lagi, tahun anggaran 2011 nanti dana aspirasi bisa ada lagi,” ujar Ujang. Sementara ditiadakannya dana aspirasi dewan itu baru terjadi pada satu tahun anggaran 2010 ini.
Menurutnya, untuk menentukan penganggaran dana aspirasi dewan itu akan ditentukan melalui mekanisme internal. Salah satunya dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sama halnya dalam mencantumkan kebutuhan hasil musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang). Yang menjadi perbedaannya yakni dalam aplikasi dan implementasinya. 

Hal senada diungkapkan, Wakil Ketua F-PDIP Purwakarta, Deden Saepuloh. Ia melihat ada keinginan dari para anggota dewan untuk menyediakan dana aspirasi tersebut. Keinginan itu muncul, terutama bagi para anggota dewan baru. Karena, pada periode kali ini, anggota dewan yang baru lebih banyak ketimbang yang lama.

“Karena yang baru itu belum merasakan bagaimana penyeluran dana aspirasi itu. Mereka juga ingin memberikan kontribusi kepada para konstituennya. Bagi konstituen, dana aspirasi itu sengat dibutuhkan. Kebutuhannya untuk lingkungan jalan lingkungan, ekonomi, olahraga, pembangunan masjid, mushola, dan lainnya,” terang dia.

Ia mengatakan, kebutuhan warga itu saat ini belum bisa terakomodir. Buktinya, masih banyak warga yang mengusulkan proposal kepada anggota dewan untuk kebutuhan itu. Padahal, dewan sudah meminta agar kebutuhan masyarakat itu dapat terakomodir dalam tahun 2010 ini. Kenyataannya, masih banyak yang tidak terakomodir.

“Pemerintah daerah malah mementingkan pembangunan gapura, daripada membangun fasilitas umum. Silahkan saja lihat dalam dana alokasi dana desa ada dana sebesar Rp10 juta untuk pembangunan gapura. Padahal bukan kebutuhan seperti itu yang diharapkan, tetapi kebutuhan sarana umum seperti jalan lingkungan dalam sebagainya,” tandas Deden.***

Diberlakukannya, situs elektonik dalam pelaksanaan lelang membuat para pengusaha penyedia barang dan jasa keteteran. Pasalnya, perangkat sistem informasi teknologi (IT) itu belum sepenuhnya dimiliki oleh para penyediaan dan penyelenggaraan lelang di Purwakarta. Sehingga, mereka meminta untuk menunda penggunaan sistem IT dalam pelelangan proyek.

“Para asosiasi jasa kontruksi melalui Kadin (Kamar Dagang Indonesia) telah mengajukan penundaan penggunaan sistem IT pada lelang proyek. Tetapi pemkab tetap tidak menanggapi aspirasi para asosiasi. Buktinya, hampir seluruh lelang proyek tahun ini dilakukan dengan sistem IT,” ujar Dedi Supriadi, ketua Komunitas Pengusaha Penyedia Barang/Jasa Kabupaten Purwakarta, Senin (10/5).

Diterangkannya, penggunaan situs elektronik di Purwakarta telah berlaku sejak tahun 2009. Namun tahun lalu, situs elektonik hanya dipergunakan untuk lelang beberapa paket proyek saja. Tetapi pada tahun 2010 ini, hampir semua proyek menggunakan teknologi elektronik. Yakni dengan membuat penawaran proyek melalui sistem internet.

Ia mengakui situs elektronik itu merupakan program nasional. Tetapi dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing. Selama ini, Kabupaten Purwakarta belum pantas untuk menggunakan sistem tersebut. Wajar jika para pengusaha melalui asosiasi mengajukan penangguhan penggunaan sistem elektronik tersebut.

Akibat dipaksakan, para pengusaha local itu akhirnya harus menyediakan tenaga professional dibidang IT. Hal itu membuat para pengusaha harus mau mengeluarkan biaya tambahan. Sementara, penyediaan tenaga professional IT itu tidak menggunakan biaya yang kecil. Walhasil, banyak pengusaha yang keteteran dengan program teknologi tersebut.

Kemudian, Dedi juga menyesalkan tindakan panitia lelang yang telah menambah keterangan fiskal dalam persyaratan lelang. Sementara keterangan fiskal itu dibuat oleh Kantor Pajak sebagai keterangan bebas utang pajak. “Memang benar keterangan fiskal itu dimiliki oleh setiap pengusaha. Tetapi tidak perlu ditetapkan dalam persyaratan lelang,” tandas dia.

Menurutnya, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa sesuai dalam pasal 14 ayat (6), (7), dan (8) dijelaskan bahwa penyelenggaraan lelang dilarang menambah persyaratan lain sesuai dengan Keppres tersebut,” pungkasnya.***

Generasi muda di Purwakarta lebih tertarik menjadi pendukung daripada menjadi pemain. Hal itu terbukti dalam antusiasme mereka dalam mendukung Persib Bandung. Mereka menunjukan sikap fanatisme dalam terhadap kesayangan masyarakat Jawa Barat itu. Tak jarang, juga mereka harus melupakan keselamatan jiwa hanya untuk menyaksikan laga Maung Bandung.
 
“Belum lama ini penonton dari Purwakarta meninggal. Anak malang itu jatuh di kereta api saat akan menyaksikan pertandingan Persib. Nyawa mereka disayangkan hanya untuk mendukung tim asal Jawa Barat. Kalau mereka cinta ke daerah, semestinya bukan hanya mendukung. Tetapi harus menjadi pemain,”  ujar Dodo (38), seorang pelatih sepakbola.
 
Sementara ini, generasi Purwakarta memang belum siap untuk tampil di lapangan. Untuk begitu, harus ada upaya pelatihan dan pembinaan mental terhadap mereka. Salah satunya dengan penyebaran sekolah olahraga, seperti sekolah sepakbola (SSB). “Lihat saja di SSB yang ada saja, peminatnya tidak terlalu banyak. Paling banyak, paling sekitar 100 anak,” katanya.
 
Hal itu membuat keberadaan SSB tak mampu bertahan lama. Tak sedikit SSB yang kini tinggal nama. “Kalau begitu mau bisa besar bagaimana olahraga di kita. Memang bukan karena pengelolaan sekolah olahraganya yang salah. Tetapi memang peminatnya juga kurang,” tandas Dodo.
 
Untuk itu, ia merasa perlu ada pembinaan secara serius dari pemerintah daerah untuk mengembangkan minat masyarakat terhadap olahraga itu. Dengan difasilitasnya oleh pemkab, diharapkan ketertarikan generasi muda untuk menggali potensinya semakin berkembang. Selama ini, pemkab pun seperti tak lagi peduli dengan olahraga itu.***


Rencana Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur dan pemkab melakukan penertiban jaring apung (japung) menuai kecaman. Pasalnya, penertiban itu akan menutup lapangan pekerjaan warga sekitar waduk. Sebagian besar warga di sana, berprofesi sebagai buruh pada japung milik pengusaha dari luar.

“Hampir sebagian besar warga di sana bekerja menjadi buruh. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan ketika jumlah japung ada di Jatiluhur. Jangan harap, penertiban japung bagi pengusaha dari luar itu akan menguntungkan warga pribumi. Yang ada malah akan merugikan mereka,” ujar Ading (45) seorang pengusaha japung.

Menurutnya, para pengusaha japung dari luar itu tidak mungkin menjaga usaha itu sendiri. Mereka pasti mempekerjakan orang sebagai karyawan di japung itu. Semakin banyak petak yang dimiliki oleh pengusaha itu, akan semakin banyak pula orang yang dipekerjakan. Rata-rata pekerja itu berasal dari warga sekitar waduk.

“Silahkan cek saja, siapa orang-orang yang bekerja di kolam milik pengusaha dari Jakarta. Mereka orang sini juga. Biasanya orang dari Desa Servis, dari Desa Tajursidang, Sidanglaya, Panyindangan Kecamatan Sukatani, ada yang dari Tegalwaru, atau ada juga dari Sukasari,” jelasnya.

Bila dihitung, dari satu pemilik japung pengusaha luar itu akan mempekerjakan karyawan sebanyak 2 hingga 30 orang. Apabila ditertibkan keberadaan japung itu, yang rugi masyarakat juga. Wajar jika para karyawan itu akan menuntut balik pihak PJT II dan pemkab untuk memperoleh pekerjaan. Karena selama ini, masyarakat di sana merasa kurang begitu diperhatikan.

Kemudian, Ading meminta agar pemkab mengkaji ulang kembali atas rencana penertiban japung itu. Karena, penertiban itu malah akan merusak perekonomian masyarakat, baik petani lokal maupun pengusaha perikanan. Tak dapat dipungkiri, keberadaan japung di waduk itu telah membuat perekonomian meningkat.

“Sisi lain pemerintah sedang berusaha meningkatkan ekonomi masyarakat, tetapi ketika ekonominya sudah meningkat, malah akan dihancurkan lagi. Malah menurut saya, pemerintah itu tidak konsekwen. Jangan pemerintah daerah kita malah terpengaruh PJT. Kata saya sih, PJT mah inginnya hanya untuk menguras kekayaan di Purwakarta,” tandasnya.***