Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
ASEP FIRDAOS
Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Jangan sungkan untuk mampir lagi ke sini

Krisis air bersih di Jakarta disebabkan oleh pompa air di Bendungan Curug tidak berfungsi. Akibatnya, air baku yang mengalir dari Waduk Jatiluhur hingga beberapa pekan lalu mengalami penurunan sampai dengan 40 persen. Namun begitu, Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur menjamin krisis air tersebut akan segera normal. Hal itu sering dengan selesainya pengerukan kotoran sampah di pintu air tersebut.

“Hari ini (kemarin, red) air sudah kembali normal. Kemarin ada pengerukan kotoran sampah dan lumpur di pintu air Curug di sekitar Karawang. Kotoran itu muncul akibat banjir beberapa waktu lalu,” ujar Direktur Utama PJT II Jatiluhur, Djendam Gurusinga.

Menurutnya, pasca banjir yang melanda Kabupaten Karawang bulan lalu telah menimbulkan pendangkalan pada beberapa pintu air. Salah satunya di sekitar Curug Karawang. Untuk itu, pihaknya harus melakukan pengerukan pasir dan kotoran sampah yang menyumbat pintu air tersebut. Saat ini, kegiatan itu telah tuntas dilaksanakan. Sehingga, pasokan air ke Jakarta dipastikan kembali normal.

Diperoleh keterangan, pasokan air baku untuk instalasi pengolahan air (IPA) milik PT Aetra dan PAM Palyja di Waduk Jatiluhur sejak dua pekan ini menurun hingga 40 persen. PJT bersama beberapa perusahaan itu melakukan perbaikan dan menguras endapan lumpur di pompa air tersebut.

Sementara itu, PJT II mengaku tidak menghentikan pasokan air tersebut selama proses perbaikan pompa air tersebut. Tapi memang, pasokan air dipintu Curug ke DKI Jakarta dikurangi dari 44 meter kubik/detik menjadi 36 meter kubik/detik. Saat ini, PJT telah meningkatkan kembali volume air untuk ke Jakarta 44 meter kubik/detik.

Ia juga menjamin, mulai hari ini Jakarta tidak lagi mengalami krisis air. Pasalnya, pasokan dari PJT II Jatiluhur lancar kembali ditambah sumber air yang bersumber dari potensi sungai lokal seperti Kali Cikarang, Kali Bekasi dan Kali Cibeet masih mencukupi sehingga kekurangan air di Jakarta segera teratasi.***

Sidang kasus korupsi jamuan makan minum (mamin) senilai Rp12,44 miliar yang mendakwa Mantan Pemegang Kas Sekretariat Daerah, Entin Kartini (Utin) berakhir, Rabu (5/5). Majelis hakim yang dipimpin oleh M Saptono SH MH, Ifa Sudewi SH MHum, dan Adeng Abdul Kohar SH memvonis Utin selama 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp1 miliar atau 6 bulan penjara.

Selain itu, majelis hakim juga mewajibkan Utin membayar ganti rugi senilai Rp11,36 miliar. Untuk membayar uang ganti rugi tersebut, maka negara akan menyita dan melelang semua harta benda milik terdakwa. Apabila nilai aset terdakwa tidak mencukupi, maka ganti rugi akan diganti dengan hukuman 3 tahun penjara.

Pembacaan putusan diakhiri dengan ketukan palu hakim sebanyak tiga kali. Hal itu sebagai tanda berakhirnya sidang kasus mamin senilai Rp12,44 miliar pada kode rekening (kodrek) makan minum dan 27 kodrek setda. Majelis hakim hanya berhasil membuktikan nilai kerugian yang tidak bisa dibuktikan oleh terdakwa sebesar Rp11,36 miliar. Maka terdakwa telah terbukti dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
 
Kemudian, majelis hakim pun menganggap keterangan Utin yang menyebutkan sebagian dana tersebut dipergunakan oleh pihak lain seperti wakil bupati, staf wakil bupati, staf sekda, asisten daerah, dan mantan anggota dewan tanpa didasari oleh bukti. Dari keterangan terdakwa, dana yang disalurkan kepada pihak lain senilai Rp6,4 miliar. Tetapi, penyaluran dana tersebut tanpa disertai tanda bukti.
 
Dari keterangan itu, majelis hakim menyimpulkan dana keterangan tersebut dibuat secara sepihak. Hanya saja, terdakwa tidak bisa menjelaskan sisa anggaran sebesar Rp5,8 miliar dari nilai anggaran Rp12,44 miliar. Maka majelis hakim menyimpulkan, dana Rp5,8 miliar itu dipergunakan oleh terdakwa.
 
Sementara itu, terdakwa juga berhasil menunjukan beberapa bukti pengeluaran uang dalam persidangan tersebut. Yakni bukti berupa photo copy kwitansi dan surat dinas. Dari anggaran Rp12,44 miliar, yang bisa dibuktikan melalui photo copy kwitansi dan buku pintar terdakwa itu senilai Rp1,07 miliar. “Jadi nilai kerugian negara yang ditelah diselewengkan oleh terdakwa, Rp12,44 miliar dikurangi Rp1,07 miliar menjadi Rp11,36 miliar,” ujar Hakim Ketua M Saptono dipersidangan.
 
Terkait dengan pembelaan panasehat hukum yang menyebutkan kas daerah tak bisa diperiksa, dengan alasan belum ada penyelesaian pertanggungjawaban atau tutup buku, majelis hakim berpendapat persoalan itu tidak menjadi masalah dalam proses pemeriksaan keuangan. Sehingga, majelis hakim menyimpulkan pendapat tersebut untuk dikesampingkan.
 
Alasannya, terdakwa secara jelas tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan tersebut. Selain itu, terdakwa juga telah memanfaatkan kwitansi kosong perusahaan Yulia Catering mili Siti Yulia Farida.

Dalam menyikapi persoalan itu, majelis hakim pun berpandangan kasus itu perbuatan berlanjut. Kasus tersebut sudah dianggap telah memenuhi syarat sebagai perbuatan berlanjut. Karena terdapat anggapan dalam tindak pidana korupsi tersebut sebagai korporasi.

Vonis yang dilayangkan kepada terdakwa, majelis hakim tentunya punya alasan yang memberatkan dan meringankan dalam menetapkan putusan tersebut. Diantara hal yang memberatkan adalah, terdakwa dianggap telah melakukan korupsi dengan nilai uang yang cukup besar dan terdakwa Utin pernah dilakukan proses hukum.

Sedangkan, pertimbangan majelis hakim yang meringankan terdakwa, adalah terdakwa telah berterusterang dalam persidangan. Sehingga mempermudah proses persidangan. Terdakwa juga dianggap telah menyesali perbuatannya. Serta terdakwa telah melakukan pembelaan di persidangan.***

Penasehat Hukum Kecewa Dengan Vonis Utin
“Terdakwa masih pikir-pikir untuk banding”

Keputusan majelis hakim yang memvonis Entin Kartini (Utin) dalam sidang kasus korupsi makan minum (mamin) membuat penasehat hukum terdakwa kecewa. Pasehat hukum menanggap majelis hakim hanya melihat dari faktor normatif. Sementara, majelis hakim dianggap tidak tahu kondisi sebenarnya dalam pengelolaan anggaran itu.

“Utin itu hanya sebagai pegawai level bawah. Jadi pimpinan yang berhak meminta dan menggunakan uang itu. Jadi memang susah sih, kalau majelis hakimnya tidak mengerti masalahnya. Maka faktor normatif yang hanya menjadi pertimbangan majelis hakim,” ujar Penasehat Hukum Terdakwa (PHT), Surya Wedia Ranasti, usai mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri Purwakarta.

Dalam putusan, lanjut dia, majelis hakim yang menyatakan ada unsur memperkaya yang dilakukan oleh terdakwa dan orang lain. Apabila begitu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) harusnya melibatkan siapa saja uang itu mengalir. Hanya saja, majelis hakim sendiri yang malah mengesampingkan persoalan itu.

Menanggapi putusan majelis hakim itu, kata Surya, pihaknya akan mengkonsultasikan lebih dulu dengan kliennya. Karena yang lebih berhak memutuskan sikap terhadap hasil vonis tersebut adalah kliennya Entin Kartini. “Belum ada rencana untuk banding. Pihaknya masih menyatakan pikir-pikir terhadap putusan itu. Karena, jika dilanjutkan dengan banding di Pengadilan Tinggi juga harus belum tentu menguntungkan terdakwa,” jelasnya.

Sementara ini, Utin merupakan terpidana pada kasus korupsi Gedung Islamic Center (GIC) dan Bantuan Bencana Alam (BBA) senilai Rp2,7 miliar. Dalam kasus itu, Utin telah divonis hukuman selama 8 tahun penjara. Sidang kasus GIC dan BBA itu digelar pada tahun 2008. Saat ini, Utin masih menjalani masa hukuman terhadap kasus GIC dan BBA.

Dalam kasus itu, bukan hanya Utin yang terjerat dalam kasus GIC dan BBA itu. Terdapat Mantan Bupati Purwakarta, Lily Hambali Hasan dan Mantan Sekretaris Daerah Iwa Gartiwa yang dianggap harus bertanggungjawab atas kasus tersebut.***

Sidang Mamin Menarik Perhatian Masyarakat

Sidang kasus korupsi makan minum (mamin) senilai Rp12,44 miliar di Pengadilan Negeri (PN) Purwakarta menarik perhatian masyarakat. Sejak awal dakwaan hingga sidang putusan, persidangan tersebut selalu dibajiri para pengunjung sidang. Mereka datang ke Kantor PN, untuk menyaksikan langsung persidangan yang diduga melibatkan sejumlah pejabat itu.

Pengunjung sidang kasus itu datang dari berbagai elemen masyarakat. Yang terdiri dari organisasi masyarakat (ormas), lembaga swadaya masyarakat (LSM), partai politik, atau bersifat pribadi. Yang menjadi alasan dasar mereka hanya ingin tahu bagaimana proses penanganan kasus korupsi tersebut berlangsung. Selain itu, kehadiran mereka juga membantu dalam pengawalan proses persidangan.

Salah satu ormas yang selalu setia mengawal proses persidangan tersebut adalah Gerakan Moral Masyarakat Purwakarta (GMMP). Dari awal sidang hingga akhir persidangan, sejumlah pengurus dan anggotanya selalu hadir di Kantor PN. Ada pula ormas perwakilan dari Forum Anti Korupsi Purwakarta (Fakta), Laskar Merah Putih, Gerakan Muda Forum Komunikasi Putra Putri TNI/Polri Indonesia (GM FKPPI), dan Pemuda Pancasila.

Kehadiran sejumlah eleman masyarakat itu membuat petugas keamanan PN Purwakarta ekstra ketat dalam mengamankan proses persidangan. Pengamanan sidang juga dibantu dari pihak kepolisian, kejaksaan, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal itu terbukti dengan banyaknya anggota keamanan yang tersebar setiap kali sidang kasus mamin itu.

Koordinator GMMP, Hikmat Ibnu Aril, mengatakan, kehadiran masyarakat dalam setiap kali persidangan merupakan bentuk dukungan mereka terhadap penegakan supremasi hukum di Purwakarta. Masyarakat berharap penegak hukum bisa mengadili para koruptor yang telah merugikan rakyat.

“Jangan tembang pilih dalam mengadili koruptor. Siapapun yang dianggap terlibat harus diadili. Termasuk dalam kasus mamin ini,” kata Aril. Ia menyimak dalam persidangan Utin (terdakwa) menyebut-nyebut sejumlah pejabat lain yang telah menggunakan uang tersebut. Hanya saja, ia kecewa terhadap majelis hakim yang tak mau menghadirkan pejabat itu.

Tentu saja, hal itu mengundang kecurigaan masyarakat. Karena ketidakberanian penegak hukum untuk mengklarifikasi keterangan Utin, sudah memperlihatkan belum ada niat dalam memberantas korupsi. “Saya kecewa terhadap majelis hakim dan jaksa penuntut umum, kenapa mereka tidak mau menghadirkan nama-nama pejabat yang disebut oleh terdakwa,” tandasnya.

Dalam putusan, lanjut dia, majelis menyatakan keterangan Utin dibuat dalam keadaan sehat. Tetapi keterangan itu tidak dilanjutkan oleh majelis hakim. Karena Utin dianggap sehat, semestinya majelis hakim menindaklanjutinya. Kemudian, ia pun berharap agar pihak kejaksaan mengembangkan kasus korupsi mamin itu kepada pihak lainnya. Agar proses hukum tersebut berlaku adil.***